Gue ama temen2 tempo hari plesiran ke Ha Long Bay, Vietnam. Sebuah teluk yang cakepnya ampun2an, selain karena lautnya dalam dan jernih, pulau2 atolnya kayak di sebar berarakan gitu ama Tuhan, jadinya seperti ngeliat lukisan alam tiga dimensi raksasa.
Tapi bukan itu yang pengen gue ceritain.
Selama keliling2 teluk kita naik kapal mesin dua lantai ukuran sedang, bareng sekitar 15 penumpang lain, salah satunya sebuah keluarga yang terdiri dari tiga anak ABG, 2 cowok, satu cewek. Begitu sampe kapal, mereka bareng kita liat2 pemandangan dari lantai dua.
Emang dasar gerombolan orang bermulut sampah, dari dermaga sampe di atas perahu kita kerjanya ngomong jorok melulu (dalam bahasa Indonesia tentunya, secara di tengah laut terpencil gitu, what are the odds of meeting orang indonesia juga, ya gak?).
Di atas kapal kita sibuk ngomentarin anak2 si keluarga tadi yang emang cakep2, kayaknya sih dari Filipina gitu. Kulit mereka putih, dan ngomong Inggrisnya cas cis cus pisang rebus. Si anak cewek yang duduk di seberang kita dibilang mirip kayak Dian Sastro sama temen gue. "Gile cakep banget, tapi secara masih ABG, je**utnya paling masih segini," katanya dengan suara keras sambil pura2 nyabut bulu tangan. Kita pun ketawa ngakak.
Temen gue yang homo sibuk ngeliatin dua orang kakak si "Dian Sastro", yang rupanya termasuk tipe cowok idamannya, kulit putih dan chubby. "Anjing, pengen nih gue foto dia sambil kencing di toilet." Sekali lagi kita semua ketawa cekakakan nggak karuan.
Sekitar jam 1an, kita semua turun ke lantai 1 buat makan siang.
Guide kita, orang Vietnam yang ramah, sibuk menyapa semua penumpang, termasuk keluarga Filipina tadi yang duduk di meja belakang kita.
"Where are you from," tanya si guide ke si bapak Filipina.
"Indonesia."
KWANG-KWANG. Anjing, kirain orang Filipina! Gue dan temen2 langsung saling liat dan pelan2 menunduk pura2 makan dengan serius dan khusyuk, padahal kepala kita sibuk nge-rewind segala kata2 jorok yang keluar dari mulut di dek tadi, sementara ada keluarga Indonesia lalu lalang di depan kita.
Siksaan belum kelar sampai di situ. Habis makan siang, kita semua mulai jaga mulut dan ga berani ngomong jorok lagi ... eh tiba-tiba si bapak tadi ngedatengin kita dan nyapa salah seorang temen gue, si homo yang naksir anaknya.
"Halo, dari Indonesia ya ...," katanya ramah.
"Iya, dari Jakarta" kata temen gue dengan muka waspada. Kayaknya dia udah ngebayangin bakal mendekam di penjara Hanoi karena tuduhan molestasi anak di basah umur
"Oh, kirain dari Sumatra. Kalo kami dari Bandung," sambung si bapak. Perkiraan gue, asumsi kami gerombolan warga Sumatra ini muncul karena suara kita yang keras ga ketulungan, mirip inang2 Pasar Senen lagi nawarin dagangan.
"Tapi anak-anak bapak hebat ya, bahasa Inggrisnya lancar banget," kata temen gue.
"Oh, mereka dari kecil udah saya sekolahin di Australia."
Temen gue yang naksir si "Dian Sastro" sempet bilang kalo kita nggak usah takut semua omongan kotor kita di denger anak-anak itu. "Mereka kan dari kecil di Australia, sapa tau udah ga bisa ngomong bahasa Indonesia."
Fiuuhh, sebuah hipotesis yang bikin lega.
Sayang, leganya cuma sebentar. Karena waktu perahu transit di sebuah pulau atol dan semua penumpang turun untuk melihat keindahan gua stalagtit di sana, temen gue sempet denger si cewek ABG bilang ke nyokapnya, "Aduh, aku bosen ah difoto melulu."
Sejak saat itu sampai beberapa jam kemudian mendarat kembali ke dermaga, gue dan rombongan nggak berani turun ke lantai satu.
Monday, January 7, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment